Jumat, 05 April 2013

Setengah Isi Setengah Kosong


By : Ustadz Reza Syafiq Basalamah.


JIKA ISTRI MINTA CERAI ...

Ketahuliah bahwa orang tuanya telah menyerahkan dia sepenuhnya kepadamu.

Tanpa ada paksaan, bahkan engkaulah yang melamar dan memintanya, tanpa intimidasi.

Dan dirimu telah menerima semua beban yang diserahkan dengan ucapanmu:

"Aku terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang disebutkan."

Hanya dengan sebuah ucapan ia menjadi milikmu.

Dan kau menerimanya, Menerima wanita itu dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Padahal….
Kamu tidak pernah turut andil dalam melahirkannya ke dunia ini.
Ibunya selama 9 bulan dengan penuh lemah di atas kelemahannya mengandung istrimu itu.

Kamu tidak pernah turut campur dalam membesarkan dan merawatnya.

Kamu juga tidak pernah merasakan suka duka dalam membesarkan wanita yang sekarang menjadi istrimu.

Dan tatkala Kau datang untuk meminangnya, moment itu adalah suatu hal yang cukup berat bagi Orang tua.

Anak yang dicintai dan dibesarkan akan dilepas dari dekapan mereka

Diserahkan kepadamu, yang entah merekapun tidak dapat memastikan, bagaimana kelak hidupnya bersamamu.

Namun karena perintah ilahi dan amaran Rabbi, dengan segala resiko yang harus diterima, kaupun dinikahkan.

Dengan satu harapan kau dapat menggantikan posisi keduanya, merawat, menjaga, mencintai dan membuatnya bahagia.

Sekarang kenapa dia minta cerai???

Suatu pilihan yang tidak mudah bagi seorang wanita.
Maka Koreksilah dirimu!

Ingatlah kau juga manusia yang tak luput dari dosa
Bila dia berbuat salah, kaupun juga pernah.

Mungkin kau tidak lagi memperhatikannya
Mungkin kau sudah lupa dengan amanat yang Allah berikan padamu
Mungkin ada kata-katamu yang menyakiti hatinya.
Ada tingkahmu yang menoreh luka.
Mungkin kau sudah tak dekat lagi kepada Sang pencipta.

Carilah jawaban-jawaban, untuk kenapa istrimu meminta cerai
Perbaiki dirimu

Mintalah maaf padanya,!
Berjanjilah kau akan berusaha untuk lebih baik untuknya
Katakan cintamu tak pernah pudar, namun kesibukan yang melalaikanmu

Bukalah lembaran baru kembali, Seperti tatkala kau menerimanya dari Ayahnya.

Dan katakan:
" in sya Allah kita akan terus bersama sampai ajal yang memisahkan dan berjumpa kembali di pintu surga"

Tulislah sebuah surat dan katakan:

"Maafkan bila aku terus mencintaimu.

Tapi bisakah kau menghentikan badai?
Aku tak bisa.
Aku bahkan tak kuasa membendung gemuruh di hatiku sendiri .
Aku ingin bersamamu
SELAMANYA"

Finish…. insyaAllah bahtera kembali berlayar dengan derpaan angin sepoi-sepoi..

copas Ummu Ibrahim Titin Rimawati

http://www.youtube.com/watch?v=p3YjEeV0lmw&feature=youtu.be

Rabu, 03 April 2013

Kumpulan Bahasa Arab Yang Kerap Dipakai

Bismillah,
berikut ini adalah istilah-istilah singkat yang biasa digunakan oleh para penuntut ilmu syar’i :

Afwan = maaf.
Tafadhdhol = silahkan (untuk umum
Tafadhdholiy = silahkan (untuk perempuan)
Mumtaz : Hebat, Nilai sempurna, bagus banget
Na’am : iya
La adri = tidak tahu
Syukron : terima kasih Zadanallah ilman wa hirsha = smoga ALLAH manambah kita ilmu & semangat Yassarallah/sahhalallah lanal khaira haitsuma kunna = semoga ALLAH mudahkan kita dalam kebaikan dimanapun berada Allahummaghfir lana wal muslimin = ya ALLAH ampunilah kami & kaum muslimin
Laqod sodaqta = dengan sebenarnya
Ittaqillaah haitsumma kunta = Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada
Allahul musta’an = hanya ALLAH-lah tempat kita minta tolong
Barakallah fikum = semoga ALLAH memberi kalian berkah
Wa iyyak = sama-sama
Wa anta kadzalik = begitu jg antum
Ayyul khidmah = ada yg bisa dibantu ?
Nas-alullaha asSalamah wal afiah = kita memohon kepada ALLAH keselamatan dan kebaikan
Jazakumullah khayran = semoga ALLAH memmbalas kalian dengan lebih baik
Jazaakallahu khayran = semoga ALLAH membalasmu (laki2) dengan lebih baik
Jazaakillahu khayran = semoga ALLAH memmbalasmu (perempuan) dengan lebih baik
Allahumma ajurny fi mushibaty wakhlufly khairan minha = ya ALLAH berilah pahala pada musibahku dan gantikanlah dg yg lebih baik darinya.
Rahimakumullah = smoga ALLAH merahmati kalian
Hafizhanallah = semoga ALLAH menjaga kita
Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita petunjuk/hidayah.
Allahu yahdik = semoga Allah memberimu petunjuk/hidayah
‘ala rohatik = ‘ala kaifik = tereserah anda…
(biasanya digunakan dalam percakapan bebas, atau lebih halusnya silahkan dikondisikan saja..)
ana = y = saya
anta = ka = kamu laki2
anti = ki = kamu prempuan
(maksudnya ==> kalau untuk kepada kamu laki2= kaifa haluka ? ; Kalau kepada kamu perempuan : kaifa haluki?)
antum = kum = kalian laki2
antunna = kunn = kalian prempuan
huwa = hu = dia laki2
hiya = ha = dia prempuan ===
maa dza ta’malu ? = apa yg sedang kamu kerjakan ?
maa dza ta’maluna ? = apa yg sedang kalian kerjakan ?
qoro’tu fiil madi = aku telah membaca
ahfadhuhaa mahlan mahlan = saya akan menghafalnya pelan-pelan
ﺃَﺣْﻤَﺪ: ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺃَﻧْﺖَ ﻗَﺎﺩِﻡ ﻳَﺎ ﺃَﺧِﻲ؟
Min aina anta qaadim, ya akhii? / Dari mana Anda berasal, wahai Saudaraku?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ: ﺃَﻧَﺎ ﻗَﺎﺩِﻡ ﻣِﻦْ ﺟَﺎﻭَﻯ ﺍﻟﺸَّﺮْﻗِﻴَّﺔ
Anaa qaadim min Jaawaa asy-syarqiyyah / Saya berasal dari Jawa Timur
ﺃَﺣْﻤَﺪ: ﻫَﻞْ ﺃَﻧْﺖَ ﻃَﺎﻟِﺐ؟
Hal anta thaalib? / Apakah Anda seorang mahasiswa?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ: ﻻَ ﺃَﻧَﺎ ﻣُﻮَﻇَّﻒ
Laa, anaa muwadhdhaf / Tidak, saya seorang karyawan
ﺃَﺣْﻤَﺪ: ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﻜْﺘَﺒُﻚَ؟
Aina maktabuka? / Di mana kantormu?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ: ﻣَﻜْﺘَﺒِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﻉ ﺳُﻮﺩِﺭْﻣَﺎﻥ
Maktabii fisy-syaari’ Sudirman / Kantorku di jalan Sudirman
ﺃَﺣْﻤَﺪ: ﺑِﻤَﺎﺫَﺍ ﺗَﺬْﻫَﺐ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘَﺐ؟
Bimaadzaa tadzhab ilal-maktab? / Dengan apa Anda pergi ke kantor
ﻣُﺤَﻤّﺪ: ﺃَﺫْﻫَﺐ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘَﺐ ﺑِﺎﻟﺴَّﻴَّﺎﺭَﺓ
Adzhab ilal-maktab bis-sayyaarah / Saya pergi ke kantor dengan mobil
Akalti : kamu sudah makan
ana ata’allamu = saya sedang belajar
nahnu nata’allamu = kami sedang belajar al idhofatu = sandaran
contoh :
———
kitaabun – Muhammad –> kitaabun Muhammadin = bukunya Muhammad –> nah, ini dalam bahasa arab disebut : mudhoofun ilaih (mabniun alal kasry) lagi.. baitun – mudarrisyun –> baitu mudarrisyin/baitul mudarrisyi = rumah guru
nah..
TIPS:
bagaimana kalau berdiskusi dgn para ahlul bid’ah dan mereka tetap bersikeras kepada kebid’ahannya ?
Cukup tutup dengan kalimat,
“mau’iduna yaumal jana’iz!” = nantikanlah sampai kematian menjemput anda
Setelah itu, tinggalkan tempat kejadian perkara
selesai
______________________________​_____________
Afwan, berhubung ada yang bertanya tentang arti kalimat2 umum dan sederhana dalam bahasa Arab yang sering di gunakan di group ini, maka semoga artikel sederhana (terjemahan bebas) ini bermanfaat.
- ana = saya
- anta = ka = kamu laki2
- anti = ki = kamu prempuan
- antum = kum = kalian laki2
- antunna = kunn = kalian prempuan
- huwa = hu = dia laki2
- hiya = ha = dia perempuan
- ya akhi = wahai saudaraku (laki2)
- ya ukhti = wahai saudaraku (perempuan)
- Akhi fillah = saudaraku seiman (kepada Allah)
- Jazaakallahu khayran = smoga ALLAH memmbalasmu dengan kebaikan.
- Jazakumullah khayiran = smoga ALLAH memmbalas kalian dengan kebaikan
- Allahu yahdik = Semoga Allah memberimu petunjuk
- Rahimahullah = Semoga Allah merahmatinya
- Rahimakumullah = smoga ALLAH mrahmati kalian
- Hafizhanallah = smoga ALLAH menjaga kita
- Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita petunjuk.
- Afwan = maaf
- ISTAGHFARA-YASTAGHFIRU (استغفر) = meminta ampun.
- Zadanallah ilman wa hirshan = Semoga ALLAH manambah kita ilmu & smangat
- Yassarallah / sahhalallah lanal khaira haitsuma kunna = Semoga ALLAH mudahkan kita dalam kebaikan dimanapun berada
- Allahummaghfir lana wal muslimin = ya ALLAH ampunilah kami & kaum muslimin
- Allahul musta’an = hanya ALLAH lah tempat kita minta tolong
- Barakallahu fiik/kum = Semoga ALLAH memberi kalian berkah
- Wa iyyak/kum = sama2
- Wa anta kadzaalik = begitu jg antum
- Nas-alullaha assalamah wal aafiah = kita memohon kepada ALLAH keselamatan dan kebaikan
dipersilahkan bagi yg mau menambahkan / mengkoreksi,
& kalo ada yg mau menambahkan dgn huruf hijaiyah itu lebih baik
jazakumullah khayran
ana aidon = aku juga
thoyyib = baik lah..
laa bahsa = ga papa
mafi musykila = ga masalah
sway-sway = dikit-dikit
______________________________​___
kata ‘afwan dibeberapa ayat dengan beberapa makna yang saling berbeda. Antara lain:
Pertama, ( ولقد عفا الله عنهم) QS. Ali Imran : 155, maknanya maaf.
Kedua, (إلا أن يعفون أو يعفو الذي بيده عقدة النكاح) QS. Al-Baqarah : 237, maknanya meninggalkan.
Ketiga, (ثمّ بدّلنا مكان السيئة الحسنة حتى عفوا) QS. al-A’raf : 95, maknanya tambah banyak.
Keempat, (ويسألونك ما ذا ينفقون قل العفو) QS. al-Baqarah : 219, maknanya kelebihan dari harta.
Dari beberapa kata “afwan” yang ada dalam al-Quran tersebut, dapat kita tafsirkan makna dari kata “afwan”:
Menurut pengertian pertama, “maafkan saya atas kekurangan saya yang tidak mampu memberikan pelayanan lebih.”
Menurut pengertian kedua, “tinggalkan terimakasih tersebut, karena saya tak butuh terima kasih itu.”
Menurut pengertian ketiga, “diantara kita ada yang lebih banyak dari apa yang telah saya berikan.”
Menurut pengertian keempat, “apa yang telah saya berikan merupakan limpahan pemberian yang tidak berhak disyukuri.”
Wallahu a’lam.
penggunaan ‘afwan’ kalau dalam keseharian sama dengan ‘you welcome’ dlm bhs Inggris. juga sering digunakan sebagai permintaan maaf dalam mengusulkan sesuatu, atau kalau tidak dapat memenuhi sesuatu. (dikedua kesempatan ini kata ‘afwan’ digunakan commonly) Wallahu’aklam.. :)
Nah, ngomong2 soal “wa iyyaka” atau “wa iyyakum”, kayaknya ada artikel bagus nih, khusus membahas masalah ucapan “wa iyyaka” atau “wa iyyakum”
———
Banyak orang yang sering mengucapkan “waiyyak (dan kepadamu juga)” atau “waiyyakum (dan kepada kalian juga)” ketika telah dido’akan atau mendapat kebaikan dari seseorang. Apakah ada sunnahnya mengucapkan seperti ini? Lalu bagaimanakah ucapan yang sebenarnya ketika seseorang telah mendapat kebaikan dari orang lain misalnya ucapan “jazakallah khair atau barakalahu fiikum”?
Berikut fatwa Ulama yang berkaitan dengan ucapan tersebut:
Asy Syaikh Muhammad ‘Umar Baazmool, pengajar di Universitas Ummul Quraa Mekah, ditanya: Beberapa orang sering mengatakan “Amiin, waiyyaak” (yang artinya “Amiin, dan kepadamu juga”) setelah seseorang mengucapkan “Jazakallahu khairan” (yang berarti “semoga ALLAH membalas kebaikanmu”). Apakah merupakan suatu keharusan untuk membalas dengan perkataan ini setiap saat?
Beliau menjawab:
Ada banyak riwayat dari sahabat dan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, dan ada riwayat yang menjelaskan tindakan ulama. Dalam riwayat mereka yang mengatakan “Jazakalahu khairan,” tidak ada yang menyebutkan bahwa mereka secara khusus membalas dengan perkataan “wa iyyaakum.”
Karena ini, mereka yang berpegang pada perkataan “wa iyyaakum,” setelah doa apapun, dan tidak berkata “Jazakallahu khairan,” mereka telah jatuh ke dalam suatu yang baru yang telah ditambahkan (untuk agama).
Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta’ala ditanya: apakah ada dalil bahwa ketika membalasnya dengan mengucapkan “wa iyyakum” (dan kepadamu juga)?
Beliau menjawab:
“tidak ada dalilnya, sepantasnya dia juga mengatakan “jazakallahu khair” (semoga Allah membalasmu kebaikan pula), yaitu dido’akan sebagaimana dia berdo’a, meskipun perkataan seperti “wa iyyakum” sebagai athaf (mengikuti) ucapan “jazaakum”, yaitu ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan, juga kalian” ,namun jika dia mengatakan “jazakalallahu khair” dan menyebut do’a tersebut secara nash, tidak diragukan lagi bahwa hal ini lebih utama dan lebih afdhal.”
Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi ditanya: Apa hukumnya mengucapkan, “Syukran (terimakasih)” bagi seseorang yang telah berbuat baik kepada kita?
Beliau menjawab:
Yang melakukan hal tersebut sudah meninggalkan perkara yang lebih utama, yaitu mengatakan, “Jazaakallahu khairan (semoga ALLAH membalas kebaikanmu.” Dan pada Allah-lah terdapat kemenangan.
Menjawab dengan “Wafiika barakallah”.
Apabila ada seseorang yang telah mengucapkan do’a “Barakallahu fiikum atau Barakallahu fiika” kepada kita, maka kita menjawabnya: “Wafiika barakallah” (Semoga Allah juga melimpahkan berkah kepadamu) (lihat Ibnu Sunni hal. 138, no. 278, lihat Al-Waabilush Shayyib Ibnil Qayyim, hal. 304. Tahqiq Muhammad Uyun)
Menjawab dengan “jazakallahu khair”.
Ada satu hadits yang menjelaskan sunnahnya mengucapkan “jazakallahu khairan”, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan : jazaakallahu khair (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.” (HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam Al-kubra (6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar dalam musnadnya:7/54. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Ada beberapa ketentuan dalam mengucapkan jazakallah:
- jazakallahu khairan (engkau, lelaki)
- jazakillahu khairan (engkau, perempuan)
- jazakumullahu khairan (kamu sekalian)
- jazahumullahu khairan (mereka)
Fatwa ulama seputar ucapan “jazakallah”:
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah ditanya:
Sebagian ikhwan ada yang menambah pada ucapannya dengan mengatakan “jazakallah khaeran wa zawwajaka bikran” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan menikahkanmu dengan seorang perawan), dan yang semisalnya. Bukankah tambahan ini merupakan penambahan dari sabda Rasul shallallahu alaihi wasallam, dimana beliau mengatakan “sungguh dia telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.?
Beliau menjawab:
Tidak perlu (penambahan) doa seperti ini, sebab boleh jadi (orang yang didoakan) tidak menginginkan do’a yang disebut ini. Boleh jadi orang yang dido’akan dengan do’a ini tidak menghendakinya. Seseorang mendoakan kebaikan, dan setiap kebaikan sudah mencakup dalam keumuman doa ini. Namun jika seseorang menyebutkan do’a ini, bukan berarti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk menambah dari do’a tersebut. Namun beliau hanya mengabarkan bahwa ucapan ini telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya. Namun seandainya jia dia mendoakan dan berkata: “jazakallahu khaer wabarakallahu fiik wa ‘awwadhaka khaeran” (semoga Allah membalas kebaikanmu dan senantiasa memberkahimu dan menggantimu dengan kebaikan pula” maka hal ini tidak mengapa. Sebab Rasul Shallallahu alaihi wasallam tidak melarang adanya tambahan do’a. Namun tambahan do’a yang mungkin saja tidak pada tempatnya, boleh jadi yang dido’akan dengan do’a tersebut tidak menghendaki apa yang disebut dalam do’a itu.
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah ditanya:
Ada sebagian orang berkata: ada sebagian pula yang menambah tatkala berdo’a dengan mengatakan : jazaakallahu alfa khaer” (semoga Allah membalasmu dengan seribu kebaikan” ?
Beliau -hafidzahullah- menjawab:
“Demi Allah, kebaikan itu tidak ada batasnya, sedangkan kata seribu itu terbatas, sementara kebaikan tidak ada batasnya. Ini seperti ungkapan sebagian orang “beribu-ribu terima kasih”, seperti ungkapan mereka ini. Namun ungkapan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum.” (transkrip dari kaset: durus syarah sunan At-Tirmidzi,oleh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah, kitab Al-Birr wa Ash-Shilah, nomor hadits: 222)
Kesimpulan:
Ucapan “Waiyyak” secara harfiah artinya “dan kepadamu juga”. Ini adalah bentuk do’a `yang walaupun ulama kita tidak menemukan itu sebagai sunnah. Dalam kasus manapun, namun tidak ada ulama yang melarang berdo’a dengan selain ucapan “Jazakumullah khairan” dengan syarat tidak boleh menganggapnya merupakan bagian dari sunnah. Namun untuk lebih afdholnya kita ucapkan “jazakalla khair”, inilah sunnahnya.
Ada satu kaidah ushul fiqih yang dengan ini mudah-mudahan kita bisa terhindar dari bid’ah dan kesalahan-kesalahan dalam beramal atau beribadah.
Al-Imam Al-Bukhari (dalam kitab Al-Ilmu) beliau berkata, “Ilmu itu sebelum berkata dan beramal”. Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).
Dari ayat yang mulia ini, Allah ta’ala memulai dengan ilmu sebelum seseorang mengucapkan syahadat, padahal syahadat adalah perkara pertama yang dilakukan seorang muslim ketika ia ingin menjadi seorang muslim, akan tetapi Allah mendahului syahadat tersebut dengan ilmu, hendaknya kita berilmu dahulu sebelum mengucapkan syahadat, kalau pada kalimat syahadat saja Allah berfirman seperti ini maka bagaimana dengan amalan lainnya? Tentunya lebih pantas lagi kita berilmu baru kemudian mengamalkannya. Kita tidak boleh asal ikut-ikutan orang lain tanpa dasar ilmu, seseorang sebelum berbuat sesuatu harus mengetahui dengan benar dalil-dalilnya.
Muraja’:
- sunniforum.com/forum/showthrea​d.php?t=3105
- darussalaf.or.id/stories.php?i​d=1520
- Hisnul Muslim, Syaikh Said bin Ali Al Qathani
Bagaimana Ucapan yang sempurna dalam menjawab Jazakallohu khoiron..?
Oleh : Ummu Shofiyyah al-Balitariyyah
Ucapan Ini Merupakan Amal Sholeh dan Amal Sholeh pun Akan Mengucapkannya
Ucapan ini bagi yang mengucapkannya adalah ibadah. Karena ucapan ini adalah sebuah doa dan doa itu adalah ibadah.
Adapun bagi yang menerimanya, ucapan ini adalah sebuah kalimat yang sangat baik.
Membuat wajah ingin tersenyum dan membahagiakan hati…
Ucapan ini lebih manis daripada “Syukron”…
Dan lebih bermanfaat daripada “terima kasih”…
Dan sangat tepat diucapkan oleh seseorang yang ingin menyampaikan kepada temannya bahwa ia tidak mampu membalas kebaikannya.
Ucapan yang dimaksud adalah:
“JAZAKALLOHU KHOIRON” [semoga Alloh membalasmu dengan kebaikan_umum/laki laki].
atau “JAZAKILLAHU KHOIRON” [jika yang diberi ucapan adalah wanita].
Ucapan ini adalah amalan sholih karena ucapan ini merupakan sunnah Nabi shollallohu alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadits Usamah bin Zaid, ia berkata: Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا؛ فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاء
“Barang siapa yang diberi suatu kebaikan kepadanya, lalu ia mengucapkan kepada orang yang memberi kebaikan tersebut: “Jazakallohu khoiron”, maka sesungguhnya hal itu sudah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.” [HR. at-Tirmidzi no. 1958, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubro 6/53, dll. Dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullohu ta’ala dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib (969).
Dalam Faidhul Qodir (172/6) dijelaskan:
“telah mencukupi rasa syukurnya” maksudnya adalah hal tersebut karena pengakuan terhadap kekurangannya, dan ketidakmampuan dalam membalas kebaikannya, dan mempercayakan membalas kebaikannya pada Alloh agar ia mendapatkan balasan yang sempurna.
Berkata al-allamah al-Utsaimin rohimahulloh dalam Syarah Riyadhus Sholihin :
“Hal itu dikarenakan jika Alloh membalas kebaikannya dengan kebaikan, hal itu merupakan kebahagian baginya di dunia dan akhirat.”
CARA MENJAWABNYA
Dan yang utama dalam menjawab kalimat yang bagus ini adalah dengan mengulang kalimat tersebut yakni membalasnya dengan mengatakan :
“WA ANTA FAJAZAKALLOHU KHOIRON” atau yang semisalnya.
Walaupun membalasnya dengan ucapan “WA IYYAKUM” dan yang semisalnya adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih afdhol adalah membalas dengan mengulang lafadz doa tersebut.
Sebagaimana DIFATWAKAN oleh Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafidzohulloh:
السؤال: هل هناك دليل على أن الرد يكون بصيغة (وإياكم)؟
Pertanyaan :
...
Apakah ada dalil bahwa membalasnya (ucapan jazakallohu khoiron) adalah dengan ucapan “wa iyyakum”?
فأجاب: لا , الذي ينبغي أن يقول :( وجزاكم الله خيرا) يعنى يدعى كما دعا, وإن قال (وإياكم) مثلا عطف على جزاكم ,يعني قول (وإياكم) يعني كما يحصل لنا يحصل لكم .لكن إذا قال: أنتم جزاكم الله خيرا ونص على الدعاء هذا لا شك أنها أوضح وأولى
(مفرغ من شريط دروس شرح سنن الترمذي ,كتاب البر والصلة ,رقم:222)
Beliau menjawab :
“Tidak, sepantasnya dia juga mengatakan “wa jazakallohu khoiron” (dan semoga Allah juga membalasmu dengan kebaikan), yaitu didoakan sebagaimana dia mendoakan, dan seandainya ia mengucapkan semisal “wa iyyakum” sebagai athof (mengikuti) atas ucapan “Jazakum”, yakni ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan, semoga kalian juga”.
Akan tetapi jika ia membalasnya dengan ucapan “antum jazakumulloh khoiron” dan mengucapkan dengan lafadz do’a tersebut, tidak diragukan lagi bahwa ini lebih jelas dan lebih utama.” [*] –selesai nukilan fatwa Syaikh Abdul Muhsin hafidzohulloh -
[*] Di transkrip dari kaset Durus Syarh Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Birr wash Shilah no. 222, oleh ustadz Abu Karimah hafidzohulloh. Sumber: http://ibnulqoyyim.com/content​/view/36/9/, dengan perubahan dalam terjemahannya.
Dan dalil apa yang difatwakan Syaikh Abdul Muhsin di atas adalah sebagaimana dalam hadits berikut :
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu anhu ia berkata:
Usaid bin al-Hudhoir an-Naqib al-Asyhali datang kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, maka ia bercerita kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam tentang sebuah keluarga dari Bani Zhofar yang kebanyakannya adalah wanita, maka Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam membagi kepada mereka sesuatu, membaginya di antara mereka, lalu Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berkata :
تركتَنا -يا أسيد!- حتى ذهب ما في أيدينا، فإذا سمعتَ بطعام قد أتاني؛ فأتني فاذكر لي أهل ذلك البيت، أو اذكر لي ذاك. فمكث ما شاء الله، ثم أتى رسولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طعامٌ مِن خيبر: شعيرٌ وتمرٌ، فقسَم النبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في الناس، قال: ثم قسم في الأنصار فأجزل، قال: ثم قسم في أهل ذلك البيت فأجزل، فقال له أسيد شاكرًا له: جزاكَ اللهُ -أيْ رسولَ الله!- أطيبَ الجزاء -أو: خيرًا؛ يشك عاصم- قال : فقال له النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وأنتم معشرَ الأنصار! فجزاكم الله خيرًا- أو: أطيب الجزاء-، فإنكم – ما علمتُ- أَعِفَّةٌ صُبُرٌ
“Engkau meninggalkan kami wahai Usaid, sampai habis apa-apa yang ada pada kami, jika engkau mendengar makanan mendatangiku, maka datangilah aku dan ingatkan padaku tentang keluarga itu atau ingatkan padaku hal itu.”
Maka setelah beberapa saat, datang kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam makanan dari khoibar berupa gandum dan kurma, maka Nabi shollallohu alaihi wa sallam membaginya kepada manusia.
Ia berkata:
kemudian beliau membaginya kepada kaum Anshor lalu makanan itupun menjadi banyak, lalu ia berkata: kemudian beliau membaginya kepada keluarga tersebut lalu makanan itupun menjadi banyak.
Lalu Usaid pun mengucapkan rasa syukurnya kepada Nabi:
“Jazakallohu athyabal jaza’ –atau khoiron- (Semoga Alloh membalasmu -yaitu kepada Rosululloh- dengan sebaik-baik balasan –atau kebaikan), Ashim (perawi hadits, pent) ragu-ragu dalam lafadznya,
lalu ia berkata : Nabi shollallohu alaihi wa sallam kemudian membalasnya :
“wa antum ma’syarol Anshor, fa jazakumullohu khoiron –atau athyabal jaza’- (dan Kalian wahai sekalian kaum Anshor, semoga Alloh membalas kalian dengan kebaikan –atau sebaik-baik balasan), sesungguhnya setahuku kalian adalah orang-orang yang sangat menjaga kehormatan lagi penyabar”
[HR. an-Nasa’i no. 8345, ath-Thobroni dalam Mu’jam al-Kabir no. 567, Ibnu Hibban no. 7400 & 7402, Abu Ya’la al-Mushili dalam Musnadnya no. 908, dll. Dishohihkan syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah no. 3096]
Begitu pula terdapat contoh atsar para salaf yang mengamalkan ucapan ini.
Imam Bukhori rohimahulloh meriwayatkan dalam al-Adabul mufrod dengan sanadnya dari Abu Murroh, maula Ummu Hani’ putri Abu Tholib:
:أنه ركِبَ مع أبي هُريرة إلى أرضِه بالعقيق، فإذا دَخَلَ أرْضَهُ صَاح بأعلى صوتِه : عليكِ السَّلامُ ورحمةُ اللهِ وبركاتُه يا أُمتاه! تقول
وعليكَ السَّلامُ ورحمةُ اللهِ وبركاتُه، يقول: رحمكِ اللهُ؛ ربَّيْتِني صغيرًا
فتقول: يا بُنيّ! وأنتَ فجزاكَ اللهُ خيرًا، ورضي عنك؛ كما بَرَرْتَني كبيرًا
Bahwasanya ia berkendara bersama Abu Huroiroh ke kampung halamannya di ‘Aqiiq.
Ketika ia sampai di rumahnya ia berkata dengan mengeraskan suaranya: “Alaikissalam warohmatullohi wabarokatuh wahai ibuku.”
Lalu ibunya berkata :” wa’alaikassalam warohmatullohi wabarokatuh.”
Ia berkata (bersyukur kepada ibunya, pent) : “Rohimakillah (semoga Alloh merahmatimu wahai ibu), engkau telah merawatku ketika aku masih kecil.”
Maka ibunya berkata : “Wahai anakku wa anta fajazakallohu khoiron, semoga Alloh meridhoimu sebagaimana engkau berbuat baik kepadaku saat engkau sudah besar.”
[HR. al-Bukhori dalam al-Adabul Mufrod no. 15, syaikh al-Albani rohimahulloh berkata: “sanadnya hasan” dalam shohih al-Adabul Mufrod no. 11]
Dalam Thobaqot al-Hanabilah diriwayatkan:
أنبأنا المبارك عن أبي إسحاق البرمكي حدثنا محمد بن إسماعيل الوراق حدثنا علي بن محمد قال: حدثني أحمد بن محمد بن مهران حدثنا أحمد بن عصمة النيسابوري حدثنا سلمة بن شبيب قال: عزمت على النقلة إلى مكة فبعت داري فلما فرغتها وسلمتها وقفت على بابها فقلت: يا أهل الدار جاورناكم فأحسنتم جوارنا جزاكم الله خيراً وقد بعنا الدار ونحن على النقلة إلى مكة وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته قال: فأجابني من الدار مجيب فقال: وأنتم فجزاكم الله خيرا ما رأينا منكم إلا خيرا ونحن على النقلة أيضاً فإن الذي اشترى منكم الدار رافضي يشتم أبا بكر وعمر والصحابة رضي الله عنهم.
Dari Salamah bin Syabib[**], ia berkata :
aku ingin pindah ke Mekkah, lalu akupun menjual rumahku. Ketika urusannya selesai aku pamit kepada tetanggaku dan mengucapkan salam sambil berdiri di depan pintu rumahnya, aku berkata: “Wahai tetanggaku, kami telah hidup bertetangga dengan kalian dan kalianpun telah berbuat baik dalam bertetangga dengan kami, jazakumulloh khoiron, aku telah menjual rumah kami dan kami akan pindah ke Mekkah, wa’alaikumussalam warohmatulloh wa barokatuh.”
Lalu seseorang dari rumah itu menjawab:
“wa antum fajazakumulloh khoiron, tidaklah kami melihat pada kalian melainkan kebaikan, tapi kami mau pindah juga karena ternyata yang membeli rumah kalian adalah seorang Rofidhoh (syi’ah) yang mencela Abu Bakr, Umar dan pada shahabat rodhiyallohu anhum.”
[Thobaqot al-Hanabilah 1/65, Maktabah Syamilah]
[**] Salamah bin Syabib (W. 246 H) adalah seorang ulama salaf perowi hadits yang sezaman dengan imam Ahmad bin Hambal, adz-Dzahabi berkata tentang Salamah bin Syabib: “al-Hafidz, Hujjah”.
DAN AMAL SHOLEH PUN MENGUCAPKANNYA
Hal ini terjadi di alam kubur, sebagaimana dalam sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan al-Barro’ bin Azib rodhiyallohu anhu, bahwa setelah seorang hamba yang beriman diuji (dengan pertanyaan dalam kubur, pent) dan ditetapkan dalam menjawab ujian:
يَأْتِيهِ آتٍ حَسَنُ الْوَجْهِ طَيِّبُ الرِّيحِ حَسَنُ الثِّيَابِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِكَرَامَةٍ مِنَ اللهِ وَنَعِيمٍ مُقِيمٍ؛
فَيَقُولُ: وَأَنْتَ؛ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِخَيْرٍ، مَنْ أَنْتَ؟
فَيَقُولُ: ”أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ، كُنْتَ –وَاللهِ!- سَرِيعًا فِي طَاعَةِ اللهِ، بَطِيئًا عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ؛ فَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا.
:ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ الْجَنَّةِ وَبَابٌ مِنَ النَّارِ فَيُقَالُ
…هَذَا كَانَ مَنْزِلَكَ لَوْ عَصَيْتَ اللهَ، أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ هَذَا
Datanglah seseorang dengan wajah yang baik, berbau wangi dan memakai baju yang bagus, lalu orang tersebut berkata: “Bergembiralah dengan kemuliaan dari Alloh dan kenikmatan yang abadi”, maka hamba yang beriman tersebut bertanya: “Wa anta fa basyarokallohu bi khoirin (dan semoga Alloh juga memberimu kabar gembira berupa kebaikan), siapakah anda?” lalu orang itu menjawab : “aku adalah amal sholehmu, engkau dahulu –demi Alloh- sangat cepat dalam ta’at kepada Alloh sangat lambat (menjauhi, pent) dalam maksiat kepada Alloh, fa jazakallohu khoiron”.
Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu surga dan sebuah pintu neraka, lalu dikatakan: “Ini (neraka) adalah tempatmu seandainya engkau bermaksiat kepada Alloh, dan Alloh telah menggantikan untukmu dengan yang ini (surga)…”
[HR. Ahmad no. 17872, Abdurrozzaq dalam Mushonnaf-nya no. 6736,dll. Dishohihkan syaikh al-Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal.158]
Maka beruntunglah seorang hamba yang diberi taufik dalam kehidupan dunianya terhadap ucapan yang baik ini, baik ia mengucapkannya maupun ia menerimanya. Dan di akhiratnya ia mendapat kabar gembira dengan ucapan ini oleh amal sholehnya. Seandainya bukan karena keutamaan dan rahmat Alloh maka ia tidak mampu beramal sholeh.
Subhanalloh…
Alloh Yang Maha Memberi Nikmat, memberikan nikmat berupa taufik kepada hamba-Nya untuk beramal sholeh, kemudian memberi nikmat lagi berupa menjadikan amal sholehnya memuji hamba tersebut…
Subhanalloh…
hadits yang mulia ini juga mengingatkan kita untuk cepat dalam ta’at kepada Alloh dan menjauhi maksiat…
Semoga Alloh ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mampu mengamalkan sifat yang mulia ini…
Maroji’ :
# Artikel “Hiya Amalun Sholih wa yaquluha al-Amal ash-Sholih” yang ditulis oleh salah seorang putri syaikh al-Albani, yaitu Sukainah bintu Muhammad Nashiruddin al-Albaniyyah hafidzohalloh dalam blog beliau [tamammennah.blogspot.com], dan tulisan ini banyak mengambil faidah dari sana –fa jazahallohu khoiron-.
# Transkrip Fatwa Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad oleh ustadz Abu Karimah Askari hafidzohulloh di http://ibnulqoyyim.com/content​/view/36/9/
# Al-Maktabah asy-Syamilah v3, dan penomoran hadits & atsar merujuk kepada software ini.
Sumber :
http://abu-rabbani.blogspot.co​m/2009/08/kekeliruan-dalam-men​gucapkan-kata.html
Jika ada yang mengucapkan “Ana uhibbuka fillah”, maka jawabnya adalah “ahabbakal ladzii ahbabtanii lahu” (Semoga Allah mencintai kamu yang cinta kepadaku karenaNya) [HASAN. HR.Abu Daud 4/333, Syaikh Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan Abu Daud 3/965].
Disadur dari : group FB jalan yang lurus [http://www.facebook.com/syiar.sunnah/posts/227897897244446?ref=notif&notif_t=feed_comment#!/groups/178870065487878?view=doc&id=218137768227774]

Ana CoPas dari : http://jihadsabili.wordpress.com/2011/07/11/kumpulan-bahasa-arab-yang-kerap-dipakai/

30 KIAT MENDIDIK ANAK

Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian serius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala.
Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya. Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
  1. Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.
  2. Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.
  3. Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya mementingkan perut saja.
  4. Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.
  5. Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaum wanita.
  6. Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.
  7. Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.
  8. Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi dan juga pelajaran fikih praktis dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan meneladani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak berkembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
  9. Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.
  10. Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan menghafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.
  11. Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagiakannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebarkan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.
  12. Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.
  13. Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam berkomunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.
  14. Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.
  15. Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.
  16. Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.
  17. Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyibukkan diri dengan kegiatan itu.
  18. Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.
  19. Melarangnya dari membanggakan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.
  20. Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.
  21. Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.
  22. Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majelis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.
  23. Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.
  24. Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah ta’aala.
  25. Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.
  26. Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.
  27. Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.
  28. Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.
  29. Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.
  30. Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).
Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan.

Wallahu a’lam.

Sumber: www.jilbab.or.id.

CoPas dari http://jihadsabili.wordpress.com/category/anak/

Selasa, 02 April 2013

11 Tipe Suami {Anda termasuk Yang Mana?}

Hadits yang cukup panjang yang terdapat di HR. Al-Bukhari (no. 5189) di dalam kitab an-Nikaah dan HR. Muslim  (no. 2448) ini berisi tentang sebelas wanita yang menceritakan tentang kondisi suaminya masing-masing, yang didalamnya banyak terkandung pelajaran.


Al-Bukhari meriwayatkan, dalam Shahiihnya pada bab “Ber­gaul dengan Baik terhadap Keluarga,” sebuah hadits marfu’ dari ‘Aisyah 
Suatu saat, Aisyah radhiyallahu ‘anha istri terkasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita kepada suaminya, tentang sebelas perempuan yang saling berjanji untuk jujur dan tidak saling merahasiakan sesuatu pun tentang tingkah laku suaminya.

Wanita yang pertama berkata: ‘Suamiku adalah daging unta jantan kurus di atas puncak gunung yang tidak mudah didaki, dan tidak pula berdaging sehingga mudah berpindah.’

Pembahasan: Wanita pertama ini bermaksud mencela suaminya. Ia mengistilahkan bahwa daging suaminya seper­ti daging unta yang kurus, selain itu juga terletak di puncak gunung yang sulit didaki. Kemudian ditambahkan lagi bahwa suaminya tidak pula gemuk untuk mampu memikul beban.
Wanita ini tidak menikmati suaminya. Sebab, ia adalah seorang pria yang lemah dan dagingnya tidak bagus. Sepertinya ia menyifati aktifitas seksualnya bersamanya. Sekalipun ia menikmati aktifitas seksual bersama suaminya, namun ia melihatnya seperti daging unta yang kurus. Disamping kurus, ternyata dia sangat buruk akhlaknya. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana seharusnya berbicara dengannya. Bahkan ketika dia sampai kepada suaminya setelah bersusah payah, dia tidak mendapat­kan sesuatu pun yang layak diambil dan dinikmati darinya. Wallaahu a’lam.
Yang kedua berkata: ‘Tentang suamiku, aku tidak ingin menyebarkan beritanya. Sesungguhnya aku khawatir mengatakannya. Jika aku mengingatnya, maka aku akan mengingat urat di wajah dan di perutnya.’

Pembahasan: Wanita yang kedua ini tidak mau membicarakan aib-aib suami­nya baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Hal ini dikarenakan suaminya ini memiliki banyak aib. Ia khawatir bila mengingatnya akan menyebutkan semua aibnya. Seakan-akan ia khawatir tidak dapat membiarkan beritanya sedikit pun karena sedemikian banyaknya. Tetapi ia merasa cukup mengisyaratkan aib-aibnya. Wallaahu a ‘lam.
Yang ketiga berkata: ‘Suamiku orang yang berakhlak buruk; jika aku berbicara, maka aku akan ditalak dan jika aku diam, maka aku akan terkatung-katung.’

Pembahasan: wanita yang ketiga ini menyebutkan bahwa suaminya memiliki akhlak yang buruk. Jika wanita ini berbicara disisinya dan mengoreksinya tentang suatu perkara, maka dia akan dicerai oleh suaminya. Namun jika dia diam, maka suaminya tidak menghiraukannya dan meninggalkannya seperti wanita terkatung-katung yang tidak mempunyai suami dan tidak pula janda. Dia memiliki suami, namun suaminya ini tidak bisa diambil manfaat bila disisinya. Wallaahu a’lam.
Yang keempat berkata: ‘Suamiku seperti malam yang tenang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak membosan­kan.

Pembahasan: Wanita keempat menyifati suaminya, bahwa dia hidup bersamanya dengan rasa aman dan keadaannya menyenangkan. Ia tidak takut dan tidak bosan dengan kehidupan­nya. Ia seperti penduduk Tuhamah dalam menikmati malam mereka yang tenang dan cuaca yang lembut. Ia menikmati suaminya karena pergaulannya yang bagus dan keadaannya sederhana. Wallaahu a ‘lam
.
Yang kelima berkata: ‘Suamiku, apabila ia masuk, ia seperti macan kumbang dan apabila keluar, ia seperti singa, dan tidak ber­tanya tentang apa yang terlihat (di dalam rumah).’

Pembahasan: Pensifatan wanita kelima ini pada suaminya mengandung dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama, ia menyifati suaminya bahwa ia seperti macan, karena terlalu sering menyetubuhinya. Wanita ini dicintainya sehingga ia tidak tahan ketika meli­hatnya. Sementara ketika ia di tengah-tengah manusia (ketika keluar) ia adalah pemberani seperti singa. Selain itu suaminya ini (tidak bertanya tentang apa yang bisa dilihat) memberikan kepadanya makanan, minuman dan pakaian, dan ia tidak menanyakan dikemanakan semua itu habis.
Kemungkinan kedua, ia mencela suaminya dan menyifatinya bahwa ketika masuk, ia seperti macan. Ia tidak mencumbuinya sebelum menyenggamainya. Ia juga berakhlak buruk, meninju, memukul dan ia tidak bertanya tentang isterinya. Ketika ia keluar, sedangkan isterinya sakit, maka ketika kembali, ia tidak bertanya ten­tang keadaannya.Wallaahu a’lam.
Yang keenam berkata: ‘Suamiku, jika ia makan sangat rakus. Jika minum, ia meminumnya sekali tenggak. Jika tidur, ia tidur pulas sendirian Gauh dari isteri). Ia tidak memasukkan telapak tangannya (ke dalam tubuh isterinya) untuk mengetahui berita (tentang kesedihan isterinya).’

Pembahasan: Wanita keenam ini menyifati suaminya sebagai orang yang rakus dalam makan dan minum sehingga tidak menyisakan sedikit pun. Jika ia tidur, maka ia tidur di pojok dan berselimutkan dengan pakaiannya sendirian dalam keadaan berpaling dari isterinya, dan dia (si isteri) bersedih karenanya. Ia tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kesedihannya terhadapnya, dan ia (si isteri) sakit tapi ia tidak bertanya tentang penyakitnya. Wallaahu a’lam.
Yang ketujuh berkata: ‘Suamiku dungu -atau tidak mampu bersenggama dengan isterinya bahkan sangat dungu. Setiap penyakit ada padanya. Ia melukai kepalamu, melukai tubuhmu atau melaku­kan kedua-duanya kepadamu.’

Pembahasan: Wanita ketujuh ini menyifati suaminya sebagai orang yang dungu, sebab ia tidak mampu me­menuhi hajatnya. Meskipun demikian, ia selalu menyakitinya jika ia berkata kepadanya. Suaminya ini kemudian menahannya, memukulnya dan melukai kepala serta badannya. Ia tidak menyisakan satu anggota badan pun bisa terbebas. Kadang­kala ia melakukan segalanya. Wallaahu a’lam.
Yang kedelapan berkata: ‘Suamiku sentuhannya selembut sentuhan kelinci dan aromanya seharum aroma Zarnab (pohon berbau harum).

Pembahasan: Wanita kedelapan ini menyifati suaminya sebagai orang yang suka berdandan dan memakai par­fum untuk dirinya. Wallaahu a’lam.
Yang kesembilan berkata: ‘Suamiku tinggi pilarnya, panjang sarung pedangnya, banyak abunya dan rumahnya dekat dengan kebaikan.’

Pembahasan: Wanita kesembilan ini menyifati suaminya, bahwa rumahnya tinggi dan panjang, dan demikianlah rumah para bangsawan. Ia berperawakan tinggi, yang membutuhkan sarung pedang yang panjang, dan itu karena keberaniannya. Apinya tidak padam karena kedermawanannya. Rumahnya dekat dengan tempat pertemuan, sehingga ia tidak tertutup dari para peserta pertemuan dan ia tidak jauh dari mereka serta selamanya berada di tengah-tengah khalayak agar mudah bertemu dengan­nya.
Yang kesepuluh berkata: ‘Suamiku adalah raja, raja yang seperti apa? Seorang raja yang lebih baik dari semua raja. Ia memiliki unta-unta yang banyak, menderum dan sedikit digembalakan. Jika hewan-hewan tersebut mendengar suara pisau, maka hewan-hewan tersebut merasa yakin, bahwa mereka akan binasa.’

Pembahasan: Wanita kesepuluh ini mengatakan, bahwa suaminya adalah raja yang lebih baik dibandingkan raja-raja yang disebutkan dalam hal kedemawanannya. Ia memiliki banyak hewan peliharaan yang sedikit digembalakan (kebanyakan dikandang). Jika hewan peliharaannya ini mendengar suara pisau, maka ia tahu bahwa ada tamu yang datang. Jika tamu telah datang, maka ia yakin bahwa ia akan disembelih. Hal ini dikarenakan kedermawanannya sang suami.
Yang kesebelas berkata: ‘Suamiku Abu Zar’, dan siapakah Abu Zar’? Yaitu, orang yang memakaikan perhiasan di kedua telingaku. Ia memenuhi tubuhku dengan lemak (sehingga aku menjadi gemuk). Ia membahagiakanku, sehingga aku menjadi bahagia dan bangga. Ia mendapatiku (ketika menikahiku) dalam keluarga penggembala kambing yang sengsara, lalu menempatkanku dalam keluarga penggembala kuda dan unta serta memiliki banyak tanaman dan hewan ternak. Di sisinya aku berbicara, dan aku tidak dicela. Aku tidur di awal siang hari dan aku minum hingga puas.’

Ibu Abu Zar’, dan siapakah ibu Abu Zar’ itu? Hartanya banyak dan rumahnya luas.
Putera Abu Zar’, dan siapakah putera Abu Zar’ itu? Tempat tidurnya seperti selembar serat tikar (karena sempitnya) dan sudah merasa kenyang dengan makan kaki kambing.
Putri Abu Zar’ dan tahukah kamu siapakah putri Abu Zar’ itu? Ia mentaati ayahnya dan mentaati ibunya, pakaiannya ter­penuhi dan tetangganya iri kepadanya.

Sahaya wanita Abu Zar’, dan tahukah kamu siapa sahaya wanita Abu Zar’ itu? Ia tidak menyebarkan pembicaraan kami. Tidak berkhianat maupun mencuri makanan kami, dan tidak me­menuhi rumah kami dengan sampah.

Pembahasan: Wanita kesebelas ini (Ummu Zar’) menyifati Abu Zar’ banyak memberinya perhiasan dan makanan yang enak. Dan dia berbahagia atas perlakuan Abu Zar’. Ia menceritakan bahwa Abu Zar’ ini dahulu menikahinya padahal dia berada pada keluarga yang miskin. Yang kemudian Abu Zar’ menempatkannya dikeluarga yang kaya. Meskipun begitu, ketika berbicara (berpendapat) disisi Abu Zar’ pendapatnya diterima (meskipun dulu keluarganya merupakan keluarga yang miskin). Selain itu dia sangat menikmati hidup bersama Abu Zar’ yang dia bisa tidur dan minum sepuas-puasnya karena dia tidak perlu melakukan pekerjaan rumah (karena memiliki banyak pembantu)
Selanjutnya karena senangnya hidup bersama Abu Zar’ maka dia kemudian menyebutkan, bagaimana ibu, putera, puterinya dan hamba sahayanya.
Ia menggambarkan Ibu Abu Zar’ mempunyai banyak perabotan, harta, pakaian, dan rumah yang luas.
Ia menggambarkan putera Abu Zar’ bahwa pembaringannya hanya selebar selembar serat tikar, maksudnya ia tidak banyak memanfaatkan atau mengambil tempat di rumah, dan sedikit makannya, sehingga sudah merasa kenyang dengan makan sebelah kaki depan kambing kecil, dan ini gambaran bahwa anak tirinya tersebut tidak banyak membebaninya seakan-akan tidak hidup bersamanya.
Ia menggambarkan puteri Abu Zar’ yang taat kepada orangtuanya, mempunyai pakaian yang banyak dan membuat iri tetangganya.
Ia menyifati sahaya itu bahwa ia tidak menyebarkan rahasia dan tidak meng­khianati mereka dalam hal makanan dan perbekalan serta membawanya kabur. Ia pandai mengatur rumah dan peka dengan kebersihan.
Ia (Ummu Zar’) mengatakan: "Abu Zar keluar mem­bawa wadah-wadah untuk memerah susu, lalu dia bertemu dengan seorang wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan kumbang. Keduanya memainkan dua payudaranya di pangkuannya. Kemudian dia menceraikanku dan menikahinya. Kemudian sesudah itu aku menikah dengan seorang laki-laki bangsawan, me­naiki kuda dan memegang tombak. Ia menghiburku dengan berbagai nikmat yang banyak dan memberikan kepadaku dari segala hal yang menyenangkan,· serta mengatakan kepadaku: ‘Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berikan kepada keluargamu.’ Ia (Ummu Zar’) mengatakan: ‘Sekiranya aku kumpulkan segala sesuatu yang dia berikan kepada­ku, maka itu tidak mencapai sebejana terkecil Abu Zar’.”
Abu Zar’ keluar pagi-pagi sekali dari rumahnya ketika akan bekerja. Dia keluar ketika musim kurma dan musim semi yang indah, Kemudian Abu Zar’ melihat seorang wanita. Wanita itu sedang dalam keadaan yang lelah, ia berbaring sambil beristirahat. Abu Zar’ melihatnya demikian bersama dua orang anak, seperti dua ekor macan kumbang yang bagus. Kebanyakan orang-orang Arab menginginkan wanita-wanita yang dapat melahirkan. Dikarenakan wanita yang ditemuinya ini adalah wanita yang subur (punya 2 anak), sedangkan Ummu Zar’ tidak memiliki anak (dari pernikahannya), maka Abu Zar’ kemudian menikahi wanita tadi dan mencerai Ummu Zar’.
Selanjutnya Ummu Zar’ menikah dengan seorang laki-laki bangsawan, dan ia mendapatkan banyak kenikmatan darinya. Meskipun demikian kecintaannya kepada Abu Zar’ tidak dapat digantikan oleh laki-laki ini.
‘Aisyah melanjutkan: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ terhadap Ummu Zar’.”
Point-Point Penting Berkaitan dengan Hadits Ini : (berdasarkan komentar al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (IX/277), dengan diringkas)
Pertama, suami itu keadaannya sangat bermacam-macam. Barangsiapa yang mendapati sifat yang tercela padanya, maka hendak­lah dia berusaha melepaskan sifat tersebut semaksimal mungkin. Dan barangsiapa yang merasa memiliki sifat terpuji, maka hendak­lah dia memohon kepada Allah tambahan karunia-Nya.
Kedua, berlemah lembut dan berbicara dalam perkara yang mubah, selagi hal itu tidak membawa kepada hal yang dilarang.
Ketiga, penjelasan tentang bolehnya menyebut kelebihan dalam perkara-perkara agama, dan seorang suami memberitahukan kepada keluarganya mengenai gambaran keadaannya bersama me­reka, terutama karena kaum wanita mempunyai tabi’at mengingkari kebaikan. Oleh karena itu, Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’.”
Keempat, hadits ini berisi pembicaraan tentang umat-umat terdahulu dan membuat permisalan dari mereka untuk diambil sebagai pelajaran. Tidak mengapa menyebut sekelumit kisah dan kisah-kisah unik yang dinilai baik untuk memotifasi jiwa.
Kelima, boleh memuji seseorang di hadapannya jika pujian tersebut tidak merusaknya; karena ‘Aisyah Rodhiallahu ‘anha mengatakan: “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik daripada Abu Zar’. Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, sungguh engkau lebih baik bagiku.”
Keenam, menyebut aib yang ada pada diri seseorang dibolehkan, jika diniatkan agar perbuatan tersebut dijauhi, dan hal tersebut tidaklah termasuk dari ghibah. Hal ini disinggung oleh al-Khaththabi, kemudian oleh Abu ‘Abdillah at-Tamimi, guru dari al-Qadhi ‘Iyadh, bahwa argumen dengan hal ini adalah akan sempurna seandainya NabiShalallahu ‘alaihi wasallam mendengar wanita menggunjing suaminya lalu menyetujui­nya.


________________________________
Dikutip dari : http://abangdani.wordpress.com/ 


Senin, 01 April 2013

Kalimat Pertamaku

Setiap saat adalah masa untuk Kita mengambil pelajaran akan arti hidup..
Dari Siapapun dan di manapun..
Pelajaran dapat dipetik dan kemudian diambil intisarinya..
Yang BAIK maka IKUTILAH..
Yang BURUK maka TINGGALKANLAH..

Resep Cara Membuat Gulai Kambing

Resep Cara Membuat Gulai Kambing Enak Mudah - Gule kambing atau gulai kambing adalah salah satu resep masakan indonesia yang sangat lezat dan mengandung banyak rempah-rempah sehat di dalam masakannya. Resep Cara Membuat Gulai Kambing Enak Mudah ini sebenarnya mudah, hanya saja kita perlu telaten mempersiapkan bumbunya, dan membuat takaran bumbu agar kuah daging segar dan lezat. Dan yang perlu diingat, cara membuat gulai kambing yang paling penting adalah waktu memasukkan daging kambing atau waktu merebus daging kambing. Agar kuah tidak prengus atau berbau tidak enak, pastikan selalu memasukkan daging kambing saat air sudah benar-benar mendidih. resep gulai kambing ini sangat cocok disajikan bersama dengan nasi hangat. Tapi ingat, untuk sobat onliners yang mempunyai kolesterol tinggi sebaiknya mengurangi makanan dari bahan kambing ini. Tapi kalau untuk sekedar masak resep gule kambing ini boleh kok.
Resep Gulai Kambing
Bahan Gulai Kambing :
2 kg Daging kambing campur tulang (bisa menggunakan iga, paha, lemusir, sandung lamur)
4 ltr Air
Bahan Bumbu Gulai Kambing (dihaluskan) :
3 sdm ketumbar
1 sdm lada bulat
1 sdt jinten putih
1 sdt kelabet
5 btr kapulaga hijau
5 btr bawang putih
10 btr bawang merah
3 cm jahe
5 cm lengkuas
3 cm kunyit
1/8 biji pala
1 sdt garam
2 bh kaldu blok
Bahan Bumbu lainnya : 
5 sdm minyak goreng
1 btr bawang bombay, iris tipis 
4 lbr daun jeruk
2 lbr daun salam
2 btg sereh, pukul
5 cm kayu manis
4 btr cengkeh. 
250 ml santan kental.
Cara Membuat Gulai Kambing :
1. Masak air sampai mendidih, masukkan daging kambing, biarkan hingga mendidih lagi, lalu masukkan daun jeruk, daun salam, kayu manis, dan cengkeh.
2. Panaskan minyak sayur dalam wajan, masukkan sereh tumis sebentar hingga wangi, masukkan bawang Bombay lalu tumis sampai layu, kemudian masukkan bumbu halus lainnya dan tumis terus sampai beraroma wangi dan matang. tambahkan kuah daging sedikit, aduk-aduk sampai rata, lalu matikan api.
3. Tuang bumbu kedalam panci daging dan rebus terus sampai daging benar-benar empuk dan bumbu meresap.
4. Masukkan santan kental, terus masak hingga mendidih, lalu angkat.
5. Sajikan dengan bawang goreng, pelengkap acar atau asinan sesuai selera, serta nasi hangat.
Resep Cara Membuat Gulai Kambing Enak Mudah ini pasti disukai oleh keluarga sobat onliners.